Pages

Masyarakat Jawa di Malaysia

RUJUKAN: SENI HIBURAN Minggu, 24 November 1996 Surabaya Post

Wawancara: Dr Noerijah Jariah Mohamed PhD: Jawanya Manusia Jawa di Malaysia

Di antara pemakalah mancanegara yang hadir dalam Kongres Bahasa Jawa II di Batu 22-26 Oktober 1996 adalah Dr Noerijah Jariah Mohamed PhD dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Dari penuturannya, ternyata --selain di Suriname-- komunitas orang Jawa di luar negeri juga ada di Malaysia. Nah, di tengah kesibukannya mengikuti kongres, wartawan Surabaya Post, R.M. Yunani Prawiranegara mewawancarainya tentang kebudayaan Jawa dan kontribusi orang Jawa di Malaysia. Selain menjawab dengan bahasa Jawa yang mlipis, ia juga menggunakan bahasa Indonesia logat Malaysia yang terasa "janggal" bagi telinga kita. Jadi, sidang pembaca, harap maklum.

Berapa banyak orang Jawa di Malaysia?

Umumnya, mereka sudah berwarga negara Malaysia. Leluhur mereka datang sekitar tahun 1900 karena tekanan ekonomi. Masyarakat Jawa di Malaysia saat ini termasuk generasi ketiga dan keempat. Walaupun masih menggunakan sebagian adat dan kebudayaan Jawa, mereka sudah dianggap Melayu pribumi yang sah sesuai undang-undang Malaysia.

Yang terbanyak tinggal di Negeri Selangor, terutama di kawasan Tanjung Karang, Sabak Bernam, Kuala Selangor, Kelang, Banting, dan Sepang. Mereka masih mengekalkan beberapa unsur Jawa meski tidak total. Di Johor juga banyak, tapi yang muda-muda sudah lupa warisan leluhurnya. Bahkan sebagian ada yang merasa malu mengakui berketurunan Jawa. Mereka sudah tidak boleh (bisa, Red.) lagi bertutur bahasa Jawa secara baik dengan unggah-ungguh dan tata krama. Ada yang mengekalkan identitas dirinya dengan mewujudkan Persatuan Anak-anak Jawa. Kegiatan keseniannya kuda kepang dan reog, walaupun tidak sehalus di Jawa.

Mengapa mereka mesti merasa malu mengaku Jawa?

Jawa sering dikaitkan dengan "Jawa Kontrak". Mereka bermigrasi karena faktor ekonomi, dan sebagian karena tertipu. Ada yang naik haji dengan kapal laut, tapi terdampar di Singapura.

Ada alasan lain?

Ada yang merasa risih dengan pendatang Jawa tanpa izin, karena dianggap merenggut kekayaan Malaysia. Lo, padahal pendatang baru itu sama-sama dengan leluhur mereka... Pendatang baru ini membawa budaya yang sudah jauh berbeda dengan budaya mereka saat ini. Yang datang bukan semuanya dari Pulau Jawa. Tiap ada peristiwa kriminal sering dikaitkan dengan mereka, padahal tidak dinafikan bahwa kedatangan mereka juga membantu pembangunan Malaysia.

Apa pernah ada penelitian tentang masyarakat Jawa di Selangor?

Ada. Selain saya sendiri juga oleh sarjana tempatan seperti Dr Khazin bin Mohd. Tamrin tahun 1987. Sewaktu temu bual dengan 16 responden, hanya tujuh orang (41%) yang tahu tata krama bahasa Jawa seperti bentuk ngoko dan krama. Mereka berbahasa ngoko campur baur perkataan Melayu tempatan. Unggah-ungguhing basa dinyatakan dalam bentuk nada, gaya, dan aksentuasi suara dalam bahasa Melayu.

Hasil wawancara dengan 192 responden, 100% menggunakan bahasa Melayu walaupun terdapat pelat Jawa yang menebal, terutama golongan usia 55 tahun ke atas. Dengan sesama teman, mereka menggunakan bahasa Jawa ngoko, atau krama desa. Tradisi kenduri atau slametan masih ada, tapi sudah bergeser dari adat dan tradisi Jawa, karena pengaruh ajaran Islam. Di sana tak ada tradisi ngruwat seperti di Jawa karena Islam tak mengajarkan.

Menurut survei Wang Gangwu 1965, orang Kedayan di Serawak itu juga keturunan Jawa. Secara realistis, daerah penempatan masyarakat Jawa yang dikenal rajin bekerja di Sabak Bernam dan Tanjung Karang ini sering dijadikan model kerena memenangi perlombaan kampung. Contohnya Kampung Endah yang penduduknya 100 peratus (persen, Red.) keturunan Jawa.

Senarai nama jawatan kuasa Kampung Endah yang masih mengekalkan nama tradisi Jawa walau berbentuk kampungan, seperti Tuan H Salleh Ideris, Encik Mispan bin Zainal, Tuan H Sungip Zainal, dan Tuan Ngadiran bin H Ramli.

Apa ada kontribusi masyarakat keturunan Jawa untuk Malaysia?

Karena telah melebur sebagai pribumi, mereka berusaha kuat dalam pelbagai bidang dengan tujuan kestabilan Malaysia. Konsepnya, "di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung". Kampung-kampung Jawa seperti Tanjung Karang, dikenal sebagai jelapang (lumbung, Red) padi Selangor. Di dalam dunia koporat (bisnis, Red) terdapat nama-nama Jawa seperti Dato' Basri Bajuri di Selangor. Dalam aktivitas sosial, mereka bergiat cergas pada proyek gotong-royong membersihkan surau, masjid, pekuburan dan kenduri perkawinan. Mereka masih mengekalkan konsep guyup dalam kehidupan keseharian. Di cabang kesenian, mereka mengadakan kumpulan kemplingan (terbangan, Red) dan seni silat. Kumpulan gamelan dan wayang purwa tidak ada, tapi ada kumpulan seni keroncong di Sikajang.

Lalu bagaimana aktivitas mereka di dunia politik?

Keturunan Jawa bergiat dalam partai-partai sama ada di pihak lawan dan pemerintah. Aktivitas mereka kebanyakan di partai pemerintah, UMNO. Di Sungai Besar, Sabak Bermam, dan Kuala Selangor, kebanyakan wakil rakyatnya masyarakat keturunan Jawa. Mereka mendirikan Perjas (Persatuan Jawa Anak Selangor). Walaupun keturunan Jawa, perjuangan mereka untuk seluruh kepentingan penduduk Melayu. Menteri Penerangan Dato' Muhammad Ramhad, juga keturunan Jawa, sehingga dilantik sebagai Penaung Persatuan Anak-anak Keturunan Jawa di Johor.

Kalau perhatian pemerintah terhadap etnis Jawa di Malaysia bagaimana?

Bahasa Jawa masih boleh (bisa, Red) bernapas lega kerena bahasa Jawa sudah mulai ditawarkan kepada pelajar Universiti Malaya. Hingga kini sudah 15 orang yang cuba (coba, Red) menjurus ke dalam penguasaan bahasa ini. Tradisi rewang, sambatan, nyumbang, dan pakatan yang merangkumi aspek sosial dan ekonomi Masyarakat Melayu ini mewujudkan rasa timbang rasa dan tidak mementingkan diri sendiri. Tradisi ini baik, sehingga PM Dato' Seri Dr Mahatir Mohammad menyarankan agar perlakuan ini diteruskan oleh mereka yang tinggal di kota-kota.

Soal etika dan tata krama Jawa?

Meski tak kenal unggah-ungguhing basa seperti ngoko, krama, dan krama inggil, penghormatan kepada orang yang dituakan masih dilakukan selaras ajaran Islam. Konsep tata krama diwujudkan dalam tradisi undang-undang kenduren, munjung, kondangan, berkatan dan pamitan.

Apa saran Anda untuk masyarakat keturunan Jawa di sana?

Mereka masih cuba mengekalkan tata cara yang diwarisi leluhur mereka, tapi dalam bentuk yang sedikit beda kerena pembauran yang sudah sebati dengan masyarakat tempatan. Dengan peratus yang semakin berkurangan, mereka mulai tidak mengetahui leluhurnya. Persatuan dan perkumpulan semacam itu dapat mengekalkan warisan leluhur mereka selaras dengan agama yang dianuti dan konsep berbaik-baik di antara negara serumpun.

No comments:

Post a Comment